Hasil Sidang Pleno Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31

Gresik - Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah ke-31 mencapai akhirnya, Minggu (20/12), setelah melalui serangkaian kegiatan yang dimulai pada tanggal 14 Rabiulakhir 1442 H atau tanggal 29 November 2020 yang lalu. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangkaian Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 adalah sidang musyawarah untuk membahas isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan agama yang sesuai dengan tema yang diangkat yakni “Mewujudkan Nilai-Nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan”.

 

Hasil Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 ini disampaikan pada closing ceremony oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. Adapun hasil dari Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 ini adalah memutuskan/menetapkan untuk mengesahkan hasil sidang mengenai: Fiqih zakat kontemporer; Fiqih difabel; Fiqih agraria; Risalah akhlak islam filosofis; Terminasi hidup, perawatan paliatif, dan penyantunan kaum senior; Kriteria waktu subuh serta Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih. Himpunan Putusan Tarjih (HPT) meliputi Hukum puasa Ayyamul Bid dan hukum puasa tiga hari setiap bulan, sujud sahwi, shalat sunah sesudah wudhu dan Rawatib Qobliyah Ashar, shalat istisqa, shalat jenazah secara gaib, serta shalat jamak antara salat Jumat dan salat Asar.

Sidang_Pleno3.png (1.48 MB)

 

Mengenai zakat telah diputuskan beberapa putusan mengenai hukum zakat yang penting. Zakat merupakan sumber pendanaan sosial yang harus dikelola secara efisien, tepat guna dan tepat sasaran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat kita yang tingkat kesejahteraannya masih jauh di bawah masyarakat negara tetangga. Untuk itu diperlukan tuntunan zakat yang memadai dan menyahuti kebutuhan pengelolaan 4 yang dinamis. Dalam putusan Munas ini telah dilakukan reinterpretasi beberapa aspek ketentuan zakat seperti perluasan sumber zakat dan perluasan makna asnaf agar dapat menampung tuntutan sosial yang terus berubah.

 

Putusan tentang terminasi hidup, perawatan paliatif dan perawatan kaum senior merupakan tindak lanjut dari keikutsertaan Muhammadiyah dalam deklarasi Vatikan pada akhir tahun 2019 yang telah menyepakati bahwa terminasi hidup dengan fasilitas medis bertentangan dengan ajaran agama-agama monoteistik dan secara etika tidak dapat dibenarkan. Putusan ini ingin memberikan bimbingan kepada umat Islam bahwa seberat apapun hidup, dalam pandangan Islam tetap memiliki arti. Hal ini dikarenakan bahwa hidup merupakan anugerah Ilahi sehingga karenanya tidak dapat diakhiri dengan sengaja atas alasan apa pun. Untuk mengurangi kemungkinan permintaan terminasi hidup, yang dalam hukum Indonesia tidak dibenarkan, maka perlu dikembangankan konsep perawatan paliatif dan perawatan kaum senior yang efektif yang tidak hanya berwujud pemberian tindakan teknis medikasi belaka, tetapi juga mencakup peningkatan kualitas hidup, dalam usia yang tersisa, dengan upaya pemberian dukungan moril, psiko-sosiologis, spiritual dan finansial kepada pasien, khususnya dengan penyakit berat dan terminal, serta kepada keluarga yang menghadapi musibah tersebut.

 

Sidang_Pleno2.png (1.30 MB)

Fiqih agraria ingin mengingatkan bahwa pengelolaan pertanahan yang berkeadilan dan mengayomi kepentingan seluruh masyarakat sangat penting, dimana pengelolaan yang tidak berorientasi kepada kemaslahatan semua lapisan masyarakat dapat memicu berbagai konflik yang banyak terjadi. Putusan menyangkut fiqih difabel diharapkan dapat menjadi

landasan dan penghormatan kepada kaum difabel sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki hak yang 5 sama sesuai dengan framework Fiqih Al-Maun dalam Muhammadiyah yang menegaskan pandangan Islam yang tidak tidak diskrimintif terhadap difabel, sebab Allah tidak menilai manusia berdasarkan pada struktur anatomi. Selain itu, aspek penting juga dalam putusan Munas kali ini adalah ijtihad ulang waktu subuh yang mana para peserta setelah melalui debat panjang menyepakati pada 18 derajat.

 

Putusan tentang akhlak dimaksudkan memberikan penekanan tentang spiritualitas yang berbasis aktifisme yang berbasis etika terlibat, meskipun tidak menafikan etika niat. Pembinaan akhlak dipandang sebagai sangat penting tidak saja sebagai karakter personal, tetapi sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara untuk membawa bangsa Indonesia benar-benar menjadi bangsa berkeadaban dan menghargai arti keadilan dalam kehidupan.

Sidang_Pleno.png (910 KB)

 

Prof. Syamsul mengatakan bahwa semangat dari seluruh proses Munas ini sangat menekankan peran negara yang aktif dan arif sebagai garda depan dalam penyelesaian berbagai masalah sosial masyarakat seperti direspon dalam putusan-putusan Munas ini. Selain itu, pemahaman agama (Islam) tidak dapat dicukupkan dengan pendekatan sosio-antropologis ansich yang reduktif, yang mana hanya melihat agama sebagai fenomena sosial belaka yang tercerabut dari inti yang memberikan ciri esensial kepadanya, yaitu teks sebagai sumber gagasan. Dalam proses persidangan Munas Tarjih, para Peserta Munas yang merupakan tokoh-tokoh ulama, cendekiawan dan pemuka masyarakat telah melakukan pemikiran mendalam untuk bagaimana dapat menegosiasikan teks dan konteks. Dalam Tarjih dialektika teks dan konteks, sebagaimana terlihat dalam dinamika persidangan Tarjih, menjadi bagian esensial dalam suatu manhaj ijtihad. (Humas UMG)