NANTI JADI IBU KOS, TIDAK PERLU MENGELUARKAN BANYAK TENAGA DAN TIDAK ADA PAJAK” APA BENAR ?  

Banyak kaum milenial hingga gen alpha yang ingin berbisnis sebagai pemilik kos. Karena beranggapan bahwa bisnis merupakan salah satu investasi properti paling aman, banyak yang membutuhkan terlebih lagi jika di tempat yang strategis seperti dekat dengan kampus, perkentoran selain itu yang pasti sangat menguntungkan. Menurutnya hanya mengeluarkan biaya diawal saja, setelah terbangun kos tersebut maka selesai sudah biaya yang dikeluarkan. Padahal masih ada banyak resiko yang akan membuat rugi,biaya lainnya hingga pajak dari penghasilan kos.

Tidak sedikit orang yang tidak mengerti bahwa kos juga terkena pajak. Pada dasarnya, semua penghasilan yang kita dapat baik sebagai pekerja atau yang memberi pekerjaan,semuanya akan terkena pajak penghasilan. Maka tentu saja memiliki kos juga akan terkena pajak penghasilan, Pajak yang dimaksud adalah pajak yang bersifat final, yang berarti “penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.” (OnlinePajak,21 Febuari 2023). Yang telah diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dan dijelaskan lebih rinci pada Peraturan Perpajakan No 23. Tahun 2018

Dalam peraturan tersebut, beberapa penghasilan terkena pajak final, salah satunya penyewaan kos, yang tertera pada UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 huruf d yaitu “penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;”.  Pada PPh final terkena tarif 0,5% sesuai pada Peraturan Perpajakan No 23 tahun 2018 pasal 2 ayat 2. Namun pada UU Pajak Penghasilan pasal 7 ayat 2a mengatakan apabila omzet tidak lebih dari Rp 500 juta maka tidak terkena pajak final.

Maka dapat disimpulkan bahwa penghasilan kos terkena pajak penghasilan yaitu pajak final sebesar 0,5% dan omzet lebih dari Rp 500juta.

Contohnya Ibu Yuni memiliki 5 pintu kos dengan harga sewa Rp 500.000/bulannya. Dan rata-rata /tahunnya ibu Yuni bisa mendapatkan omzet sebesar Rp 25 Juta. Maka Ibu Yuni wajib melaporkan SPT atas penghasilan lainnya, namun karena masih dibawah Rp 500 juta , maka Pajak final ibu Yuni yang harus dibyarkan sebesar Rp 0.

Tetapi tidak hanya sebatas pajak penghasilan, ada biaya lain yang harus dihitung oleh pemilik kos, yaitu penyusutan atas bangunan kos. Karena apabila suatu hari nanti bangunan kos tersebut akan dijual maka dapat diketahui berapa harga dari kos tersebut pada saat itu. Tarif penyusutan atas bangunan juga diatur dalam UU Pajak Penghasilan pasal 11 ayat 6.

Selain biaya penyusutan, juga terdapat biaya cadangan kerugian piutang tak tertagih. Sering kita jumpai terdapat penyewa kos terlambat membayar sewa kos berbulan-bulan hingga diusir. Maka pemilik kos juga harus menghitung biaya tersebut agar tidak terlalu dirugikan atas kejadian tersebut. Ini juga diatur dalam UU Pajak Penghasilan pasal 9 ayat 1 huruf c.

Dan perlu diketahui bahwa bisnis persewaan kos tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dilansir dari UU PPN pasal 4A ayat 3 huruf l yaitu jasa tertentu yang tidak terkena Pajak Penghasilan Nilai.  Karena perhotelan dan kos merupakan jasa yang sama yaitu jasa persewaan atas bangunan maka dapat disimpulkan bahwa kos tidak terkena PPN.

Jadi kita bisa sama-sama bahwa bisnis kos ini juga terkena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Meskipun banyak yang terkena pajak sebesar Rp 0, tetapi sebagai pemilik kos wajib melaporkan atas penghasilan tersebut.

Oleh : Nur Aisa Effendi

Opini4.jpg (159 KB)